expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Pages

Rabu, 10 Agustus 2011

This Person G: Case Two

CASE TWO:
Rotten Boy



Enam bulan kemudian....
Sepulang sekolah di depan perpustakaan terlihat Gilbert dan Leia duduk berdua di sebuah bangku. Keduanya tampak canggung. Gilbert hanya tertunduk diam sedangkan Leia terlihat bingung sambil memainkan jemarinya.
"Gil, maaf aku nggak bisa jalan lagi sama kamu."
"Kenapa? Kamu udah nggak sayang lagi sama aku?"
Leia hanya bisa tertunduk. Diam tertelan keramaian, tak bisa mengutarakan dengan tepat apa yang ada dalam hatinya.Gilbert terlihat begitu terluka karena Leia tidak menjawab pertanyaannya.
"Ada orang lain yang kamu suka?"
Masih terdiam..
"Tolong jawab aku, Leia. Jangan diemin aku kayak gini. Please.." kata Gilbert lemah, terlihat kekecewaan yang mendalam di dalam ucapannya.
Leia tersentak mendengarnya. Baru kali ini Gilbert terlihat lemah di hadapannya. Akhirnya dia buka suara juga.
"Gil, aku sayang. Sayang banget ama kamu. Tapi.."

"Tapi apa Leia? Aku nggak ngerti kenapa kamu minta putus gitu aja.." Gilbert memotong perkataan Leia.
"Gil, aku belom beres ngomong."
"Oke. Lanjutin."
"Aku sayang ama kamu. Tapi aku nggak tau apa kamu bener sayang ama aku atau nggak. Sikap kamu tuh acuh. Nggak pernah perhatian ama aku. Kamu selalu lebih deket ama cewek lain ketimbang aku. Apalagi sekarang kita beda kelas, Gil. Aku makin nggak tau pergaulan kamu ama cewek lain. Itu yang aku rasain."
"Tapi, aku nggak maksud kayak gitu Leia. Kamu tau sendiri kan? Aku emang cuek. Lagipula kamu pacar pertama aku. Aku nggak tau harus ngapain."
Leia tersentak mendengarnya. Leia tidak pernah tau kalau dia adalah pacar pertama Gilbert.
"Maaf, aku bener-bener nggak bisa Gil. Ini udah berakhir. Aku.. Aku sayang sama orang lain. Maaf Gil, maaf." isak Leia.
Gilbert tidak menjawab. Hatinya begitu sakit mendengar kalimat terakhir Leia. Jadi, selama ini cintanya diduakan. Ini merupakan saat tersulit yang dialaminya. Dia tidak ingin gadis yang disayanginya pergi dari hidupnya. Gilbert begitu mencintai Leia. Leia hanya bisa menangis menunggu keputusan Gilbert. Karena tak tahan mendengar Leia menangis, Gilbert pun akhirnya membuat keputusan.
"Oke, kita putus." tenggorokan Gilbert serasa mengering. Keputusan ini pasti akan ia sesali nanti. Tapi demi Leia, gadis yang ia cintai. Apapun akan dia lakukan.
Seakan tak percaya, Leia spontan memeluk Gilbert.
"Ah, maaf." Leia melepas pelukannya.
'Shit! Kenapa dia meluk gue sih? Gue jadi nyesel kan' kata Gilbert dalam hati.
"Gil, kenapa lu diem aja?" kata Leia.
'Dia udah mulai manggil lu-gue lagi ke gue. Nggak ada aku-kamu yang romantis lagi.' tanpa sadar Gilbert menghela nafas.
"Lu marah gue peluk? Kok lu menghela napas gitu?" kata Leia. Sedangkan Gilbert masih mematung di tempatnya.
'Shit! Gue nyeselll~!! Batalin aja deh keputusan gue mutusin dia. Nggak apa-apa hatinya terbagi dua juga. Yang penting gue bisa jadi pacar dia.'
"Hallooooo~" kata Leia sambil mengibaskan tangannya ke depan wajah Gilbert sehingga Gilbert tersadar dari lamunannya.
"Eh, sori. Maaf aku ngelamun. Aku nggak marah kok." kata Gilbert sambil tersenyum
"Gue kira lu marah. Oya, bisakan lu manggil gue, lu? Soalnya kita udah nggak pacaran lagi. Oke?" kata Leia.

(Author note: di cerita ini kalau lu-gue itu bahasa temen ke temen (orang sebaya/di bawah). kalau aku-kamu dipake buat orang yang pacaran/ke orang yang lebih tua).

"Hmm... Leia, aku ngg-" kalimat Gilbert terpotong karena ada seseorang yang menghampiri mereka berdua.
"Hei Leia!" sapanya dari kejauhan.
"Ian~!" kata Leia sambil menghampiri cowok itu.
'Siapa sih? Padahal gue mau ngebatalin keputusan gue yang tadi.' gerutu Gilbert dalam hati.
Karena penasaran, Gilbert pun mengikuti Leia dari belakang. Ia tidak mengenali cowok itu. Dalam hatinya ada sedikit kecurigaan bahwa dia adalah orang yang Leia sukai sekarang.
"Leia, dia siapa?" tanya Gilbert sambil memperhatikan Ian dari atas sampai bawah. Ian memang mempunyai wajah yang lumayan. Tingginya pun beberapa cm lebih tinggi dari Gilbert.
"Ah, iya. Kenalin ini temen sebangku gue. Namanya Ian. Ian ini Gilbert engg~ mantan gue." kata Leia dengan suara rendah saat menyebut kata 'mantan'.
"Gilbert."
"Ian."
Mereka bersalaman, tapi terlihat sekali mata Gilbert menatap tajam pada Ian. Ia tidak suka Ian bersikap sok akrab seperti itu pada Leia. Well, mereka emang sebangku jadi kayaknya emang akrab.
"Gilbert, Gilbert. Kayaknya gue pernah denger nama lu sebelumnya." kata Ian sambil berpikir.
"Ah! Gue tau lu, lu Gilbert Zain kan? Lu kepilih jadi gitaris band sekolah kan? Selamat ya!"
"Thanks." kata Gilbert datar tanpa ekspresi.
"Leia, aku mau ngom-"
"Leia, gue mau ngomong. Karena disini juga ada Gilbert, gue mau sekalian aja. Lu nggak lagi sibuk kan?"
Lagi-lagi kalimat Gilbert terpotong. Dengan sedikit geram Gilbert mengangguk. Melihat persetujuan Gilbert, Ian pun tanpa basa-basi langsung meraih tangan Leia. Jelas saja Gilbert emosi, tapi dia tetap berusaha tenang.
'APA-APAAN INI ORANG??' jerit Gilbert dalam hati.
"Leia, be my lady." kata Ian sambil menatap Leia. Kontan Leia tersipu malu. Tapi raut wajahnya berubah bingung saat menyadari bahwa Gilbert masih berada disampingnya.
"Mm... Aku.. Aku.." Leia gugup.
"Ya?" kata Ian tak sabar menanti jawaban.
"Aku.." Leia memberikan jawaban dengan anggukan pelan.
"YESSS!! HEII SEMUAA... MULAI HARI INI IAN AND LEIA KELAS XI IA 7 RESMI JADIANN!!" teriak Ian. Kontan semua anak yang ada disana menyoraki mereka berdua. Gilbert hanya bisa mematung melihat semua kejadian itu. Kalimat yang ingin dia ucapkan diucapkan duluan oleh Ian.
"Maaf, Gilbert. He's the one.." kata Leia pada Gilbert dalam keramaian.
"It's okay. I'm fine. Be happy." kata Gilbert.
Leia menitikkan air mata lalu memeluk Gilbert.
"Find your true love okay?" bisiknya.
"I will." kata Gilbert sambil melepas pelukannya.
"Kita masih bisa jadi teman kan?"
Gilbert hanya tersenyum pahit.
"Leia, kita pulang yuk." ajak Ian.
"Ayo."
"Bye, Gil." kata mereka berbarengan sambil berlalu menuju tempat parkir.
Dari kejauhan Gilbert hanya bisa menatap sedih Leia dan Ian yang melesat keluar sekolah.
'Damn!' tak terasa setetes air mata keluar dari mata Gilbert.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Seakan ikut bersedih atas kejadian yang dialami Gilbert. Lalu ia pun pergi ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Derasnya hujan tak ia hiraukan. Karena saat ini pikirannya dipenuhi oleh awan hitam.

To be continue.....


Well, that's it for chapter 2. Hope you'll enjoy it.
Nggak tau kenapa, aku ngerasa bahasa aku lebay banget di sini~!! :P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar